GHAFAR DAN LAILA

Jumat, 07 September 07 - oleh : Sahlul Fuad

“Semalam ini saja aku ingin mendengar suaramu,” desahnya dalam hati. Ghafar tampak gelisah. Mondar-mandir dari ujung pintu depan ke ujung pintu dapur rumahnya. Harapannya untuk bertemu dengan Laila sangat mendesak hatinya. Hanya untuk mengatakan selamat tinggal dan terima kasih atas kecupannya.
Hanya lampu ruang tengah dan kipas angin besar yang masih menyala. Lampu-lampu telah dikemasnya dalam kardus. Termasuk TV, DVD, dan komputer kerjanya. Furnitur yang tersisah hanya meja tulis, dan lemari dapur yang akan tetap tinggal di kontrakan itu.Begitu pula seluruh kenangannya di rumah itu. Mungkin akan tinggal mesra bersama debu langit-langit yang tak pernah disapunya selama dua tahun sejak ia tinggal. Dan juga aroma tubuhnya mungkin tiga hari lagi meninggalkan peraduan Ghafar. Ya, 2 tahun ia menimbun kenangan dengan berbagai cerita. Alurnya pun variatif. Tak mengenal maju atau mundur. Ia mengalir tanpa kehendak yang wajar. Semua berputar seperti roda di bengkel. Kadang dimajukan, kadang dimundurkan.
Seperti halnya kisah Madekur, Ghafar telah membangun komitmen dengan gadis idamannya. Dan sebagaimana Tarkeni yang seakan tak pernah memperdulikan cintanya, Laila terus mengejar karirnya tiada henti. Sepasang kekasih yang disapih oleh obsesi-obsesi diri. Hingga suatu saat Laila tidak mau lagi mengikuti jejak Tarkeni yang mati bersanding sisi.

Leia Mais

Pesimisme dan Daya Khayal
Kamis, 30 Agustus 07 - by : Sahlul Fuad
Di sebuah perkampungan desa, saya bercakap-cakap dengan beberapa orang. Awalnya, saya mendengar saja apa yang mereka bincangkan. Tapi saya tidak tahan untuk tak turut berucap setelah lama mendengar ungkapan-ungkapan bernada pesimis. Inti dari pembicaraan tersebut adalah bahwa mereka tidak percaya bahwa para petinggi negeri ini bisa memperbaiki nasib bangsa ini. Para elit bangsa ini terlalu sibuk dengan dirinya sendiri, hingga lupa kondisi rakyatnya yang makin terjepit.
Nada-nada permbicaraan ini tidak terjadi di tempat itu saja. Tapi ia telah merebak di mana-mana; di televisi, di koran, di radio, dan tentu warung-warung kopi. Namun inti dari nada pesimisme tersebut tak lain adalah ingin  membangun optimisme masa depan bangsa.

Leia Mais

PENGELOLAAN UDANG DI GRESIK
Senin, 23 Februari 09 - by : Sahlul Fuad
Pagi itu begitu licin. Semalaman air hujan membecekkan tanah liat Kali Betik, yang berada di seberang timur desa Sungonlegowo, Bungah, Gresik. Kelicinan tanah liat ini jauh lebih licin daripada tanah liat biasa. Mungkin, karena tanah ini bercampur dengan air asin.

Seorang setengah baya yang memikul gendong biru tampak berhati-hati, tetapi sangat cekatan melintasi galengan menuju gubuk para petambak. Sebut saja Shohib (45), seorang pengumpul udang para petani tambak. Dia mendatangi gubuk para petambak satu per satu untuk membeli udang segar yang baru mereka angkat dari laban.

Laban merupakan sarana penangkapan udang. Ia berada di ujung mulut tambak, berhadapan langsung dengan sungai. Ukurannya beragam, sesuai dengan ukuran besar-kecilnya tambak. Rata-rata berukuran kira-kira 3 m2. Bahannya terbuat dari kayu ulin yang tahan lama. Paling depan, berhadapan dengan sungai, dipasang jeruji rapat yang terbuat dari lidi bambu. Satu meter ke belakang di beri ruang kosong, tempat pengambilan udang yang terjebak masuk saat air sungai surut. Dan tepat di atasnya diberi papan untuk menutup dan membuka air saat sungai pasang dan surut.

Laban ini memang sebagai sarana pengaturan air saat sungai pasang dan surut. Saat air sungai pasang, papan penutup akan dibiarkan terbuka. Saat itu, air sungai masuk ke tambak. Begitu air mulai surut, segera petambak akan menutupnya kembali. Ketika malam menjelang, petambak akan pulang, sementara di dalam laban dipasang lentera tepat di atas ruang kosong itu. Saat itulah, udang-udang terjebak dalam laban yang airnya tidak lagi seimbang antara tambak dan sungai yang surut.

Pagi-pagi, setelah shalat subuh, petambak sudah berangkat ke tambak untuk mengambil hasil udang yang tertangkap. Memang, bukan hanya udang yang diperoleh. Ada berbagai jenis ikan lainnya yang mungkin masuk, seperti bandeng, belut, mujahir, dan kepiting. Akan tetapi, untuk ikan yang diternak, seperti bandeng dan udang windu, akan dikembalikan lagi ke tambak sampai saatnya panen.

Pagi itu, seorang petambak masih sibuk memilah udang tangkapannya. Dia pisahkan udang kecil dengan udang besar, karena masing-masing ukuran mempunyai harga jual yang berbeda. Kali ini, ia tidak memperoleh udang sebanyak hari kemarin. Udang kecil sekitar satu kilo tiga ons, dan udang besar hanya delapan ons untuk tangkapan kali ini.

Memang, perolehan udang dari laban tambak tidak pernah menentu. Bahkan, sepuluh tahun terakhir ini para petambak sering menyanyi sedih, karena tidak banyak udang yang mau masuk ke tambak saat babaran. Di mana saat setelah panen, tambak dibiarkan terbuka, tanpa ada jeruji yang membatasi tambak dengan sungai. Dalam keadaan ini, ikan apapun bisa keluar masuk tambak, tanpa ada razia, termasuk masuknya udang dan ikan-ikan liar lainnya untuk pendapatan sehari-hari.

Kemunduran pendapatan dari hasil tambak saat ini, menurut beberapa orang, diakibatkan semakin buruknya kualitas air laut yang menghubung ke sungai-sungai, yang mengaliri air tambak. Diduga ada pembuangan limbah industri mencemari kualitas air ini. Dan sampai saat ini, pemerintah kabupaten Gresik belum mampu menangani masalah ini.

Setelah Shohib membayar uang udang pelanggannya, ia membawa udang perolehannya ke pelabuhan desa. Di sana, para juragan besar sudah menanti para pengumpul udang seperti Shohib, yang membawa udang rata-rata mulai dua puluh limaan hingga lima puluhan kilo gram. Tidak jarang, ada juga petambak sendiri yang menjual langsung perolehan udangnya ke juragan besar tersebut.

Para juragan ini tidak langsung menjual udang-udang alami ini ke kota-kota besar, seperti Surabaya, Semarang, bahkan Denpasar Bali. Akan tetapi, sebagian udang-udang ini masih harus dikelola lagi, untuk mendapat nilai hatga yng lebih tinggi. Ada yang dikuliti dan langsung dijual, ada pula yang dikelola menjadi kerupuk udang. Selain itu, kulit udang yang telah dikupas, masih bisa dikelola lagi menjadi petis yang lezat.

Produk-produk makanan dari udang yang diproduksi dari Gresik ini telah beredar ke kota-kota besar, seperti di Jakarta dan Tokyo Jepang. Sayangnya, label-label makanan dari Gresik ini seringkali dikelola lagi dan berganti nama berasal dari Sidoarjo. Tentu saja, ini bukan kesalahan industri makanan laut Sidoarjo, tetapi memang di Gresik tidak ada industri pengelolaan sari laut. Akhirnya, penerimaan pendapatan asli daerah yang berasal dari udang tambak di Gresik tampaknya hanya berlansung tanpa intervensi pemerintah Gresik. Padahal, pendapatan perkapita dari tambak-tambak yang berada di Gresik cukup lumayan. Terbukti, banyak orang kaya di Gresik Utara berasal dari pendapatan tambak.

Leia Mais

Orientasi "Demonstran Sexy"
Senin, 06 April 09 - by : Sahlul Fuad
 Siapa yang mengenal Binhad sebagai penyair? Apakah dia sangat populer di negeri ini, sehingga keberadaannya sangat berpengaruh bagi mental dan akhlak bangsa ini akibat karya-karyanya?

Konon, menurut hasil survei, ternyata Binhad bukan orang yang sangat terkenal di seluruh pelosok nusantara. Meskipun berkali-kali namanya tercantum di koran-koran terkemuka, tidak banyak orang mengenalnya, apalagi mengenalnya sebagai penyair. Bahkan almarhumah ibunya sendiri pun tak tahu kalau anaknya yang gondrong itu seorang penyair legendaris. Hanya penyair-penyair “serius”-lah yang mengenalnya sebagai penyair. Dengan demikian, persoalannya makin jelas bahwa kepopuleran Binhad Nurrohmat tak lebih hanya sebatas para penyair yang menganggapnya penyair. Dan untuk itu, dua buah buku puisi Binhad yang sebelumnya diperkirakan tidak berarti apa-apa bagi moralitas dan akhlak bangsa Indonesia.

Leia Mais

Jus Celana

Jumat, 31 Agustus 07 - oleh : Sahlul Fuad

     : kepada Jokpin
Sudah beberapa kali aku singgah di puisimu.
Sebenarnya aku betah berlama-lama di sana tanpa jemu.
Puisimu menyuguhi aku aneka minum yang segar-segar.
Bahkan aku sempat tertidur di beranda depan sebentar.
Karena terpaan jiwamu membelai mataku.
Sayang, kamu masih sibuk mencangkul kata di sawah.
Aku pun disuruh membenahi kata di rumah segera.
Jadi kita tak sempat bercengkrama.
Nanti kalau aku mampir lagi,
aku ingin menikmati jus celana yang bertuah.
Siapa tahu aku tiba-tiba kaya kata.

Leia Mais

Iman Masa Kini
Jumat, 19 Juni 09 - by : Sahlul Fuad
Sungguh kami beriman kepada Engkau
Tapi lebih beriman pada uang
Engkau Maha Kuasa
Uang bisa buat segalanya

Sungguh kami takut kepada Engkau
Tapi lebih takut lagi pada polisi
Engkau Maha Pengampun
Polisi tak henti introgasi

Sungguh kami percaya kepada Engkau
Tapi lebih percaya lagi pada para peramal
Engkau Maha Bijak
Peramal memberi kami banyak sinyal

Sungguh kami yakin kepada Engkau
Tapi lebih yakin pada google
Engkau Maha Tahu
Google menunjukkan kami tanpa sebel

Leia Mais


Syahadat Puisi

Selasa, 26 Mei 09 - oleh : Sahlul Fuad
Puisiku bersaksi bahwa tiada tuhan tanpa kata
Dan puisiku bersaksi bahwa tiada rasul tak menyampaikan kata

Puisiku bersaksi bahwa tuhan ada karena kata
Dan puisiku bersaksi bahwa rasul ada diutus untuk kata

Leia Mais


Baju Takwa Tua

Rabu, 25 Nopember 09 - oleh : Sahlul Fuad
Baju takwa berenda air mata kini takpernah kucuci lagi
Sesekali aku batik gambar pengemis
Sesekali aku lukisi kaligrafi
Meski kumal tetap enak dipandang

Baju takwa yang kubeli dengan senyum kini takpernah kupakai lagi
Ia hanya kupajang di dinding rumah dengan bingkai murah hati
Biar semua orang bilang aku ini seorang kiai

Baju takwaku memang penuh noda
Di sana-sini kutemukan bau anyir darah
Tapi banyak orang bilang aromanya surga

Baju takwaku memang berlubang-lubang
Lengan panjangnya sering kecantol saat bersedekah
Karena orang miskin memang penuh paku dan duri.

Leia Mais


Doa Sang Pendosa

Rabu, 25 Nopember 09 - oleh : Sahlul Fuad
Meski kami koruptor, kami berdoa kepadaMu
Meski kami maling, kami memohon kepadaMu
Meski kami pendusta, kami berharap kepadaMu
Meski kami penipu, kami meminta kepadaMu
Meski kami pembunuh, kami bermunjat kepadaMu
Meski kami pendosa, kabulkan doa kami:

Lindungi kami dari cengkraman dosa dan marah bahaya

Leia Mais

Arab dan Islam
Rabu, 23 Januari 08 - by : Sahlul Fuad
Oleh Sahlul Fuad 
Ternyata, ada beberapa orang kalau mendengar kata Arab, gambaran yang melayang-layang di pikirannya antara lain, lelakinya berpakaian jubah putih, berjenggot panjang, dan perempuannya memakai jilbab, bahkan bercadar, serta bentuk hidungnya mancung. Itu gambaran fisik yang muncul. Selain itu, kalau disebut kata Arab, kesan yang hinggap di angan-angan orang tersebut adalah beragama Islam dan taat, pandai mengaji al-Qur’an, dan keturunan Nabi.
Suatu saat, ada orang yang heran terkaget-kaget melihat orang,sebagaimana ciri-ciri fisik orang Arab di atas, masuk lift sebuah hotel bersama seorang perempuan berpakaian you can see, bercelana jeans ketat, menenteng tas kulit berwarna coklat. Padahal, bisa saja orang itu kebetulan masuk lift yang sama. “Bukan itu masalahnya, bos. Saya kenal siapaperempuan yang masuk dengan orang itu. Apalagi, waktu itu, si perempuan itu memberi kode mata kepada saya, kalau dia di-booking orang Arab itu,” aku orang itu.

Leia Mais


Menakar Kekuasaan Presiden Indonesia

Jumat, 26 Juni 09 - oleh : Sahlul Fuad
 Saat perumusan Undang-Undang Dasar 1945, mungkin para pendiri bangsa ini tidak sempat membayangkan jika kelak ada seorang presiden Indonesia yang benar-benar ingin memuaskan hasrat kekuasaannya, sehingga merugikan rakyatnya. Apalagi jika kita tengok perdebatan pada saat itu, tampak mereka lebih tertarik pada pilihan antara bentuk pemerintahan republik atau kerajaan. Artinya, mereka dihadapkan pada pilihan bentuk pemerintahan kekuasaan yang dipimpin oleh seorang raja atau presiden dan/atau perdana menteri. Dengan demikian, wajar jika konsepsi kekuasaan yang diberikan pada presiden dalam UUD, ketika mereka menetapkan bentuk republik, diberi kewenangan yang sangat besar, sebagaimana kekuasaan yang dipimpin oleh raja dalam bentuk kerajaan tradisional.

Kesederhanaan konsepsi kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945 ini tampaknya benar-benar sebagai lobang besar bagi para presiden yang menjabat dalam sistem ini. Setidaknya sudah ada tiga presiden diturunkan secara paksa karena keleluasaan kekuasaan sistem ini. Atas dasar pemikiran inilah, sistem kekuasaan presiden dipangkas habis-habisan dalam proses amendemen UUD 1945 pada 1999-2002. Akan tetapi, sekecil apa kekuasaan presiden Indonesia pasca amendemen ini? Bagaimana jika dibandingkan dengan negara-negara yang maju ekonominya? Kedua pertanyaan inilah yang ingin dijawab Abdul Ghoffar dalam bukunya yang berjudul "Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju".

Pada alinea keempat pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa di antara tujuan didirikannya negara Indonesia ialah untuk "melindungi segenap warga negara Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa". Untuk mewujudkan kondisi ini diperlukan seorang pemimpin yang mempunyai kekuasaan dan keinginan untuk mewujudkan semuanya.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini baru menembus angka enam persen. Sebuah angka yang belum bisa memenuhi syarat untuk menyejahterakan rakyatnya secara merata. Angka kemiskinan dan pengangguran masih tinggi. Pembangunan antar daerah masih timpang. Wajar saja jika para capres-cawapres Indonesia saat ini ditantang untuk mampu menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia. Karena itu para capres-cawapres berlomba menunjukkan angka estimasi pertumbuhan ekonomi ini sebagai salah satu indikator keberhasilannya kelak.

Terlepas dari realistik atau tidaknya angka estimasi yang diharapkan oleh para kandidiat ini, yang jelas mereka dituntut untuk bisa menyejahterakan rakyat Indonesia dengan segala potensi kekuasaan yang diberikan kepadanya kelak. Namun, apapun pertimbangan dan langkah yang digunakan oleh presiden nanti tetap tidak bisa keluar dari batas-batas kekuasaan yang diberikan oleh konstitusi.

Berbanding Delapan Negara Maju

Kegelisahan penulisan buku, yang awalnya adalah tesis magister hukum tata negara Universitas Indonesia ini, tampaknya adalah apakah negara yang maju ekonominya karena dipimpin dengan kekuasaan kepala negara/pemerintah yang luas atau terbatas? Berdasarkan pada perwakilan kawasan di lima benua yang Produk Domestik Bruto-nya (PDB) tertinggi, Ghoffar menetapkan delapan negara, yakni Amerika Serikat, Rusia, Jerman, Afrika Selatan, Kuwait, Jepang, RRC, dan Australia. Akan tetapi, jumlah negara yang dipilih dari lima benua ini tidak sama.

Menurut penulis, ketidaksamaan jumlah negara antar benua ini ada empat alasan. Pertama,adanya perbedaan luas wilayah di antara kelima benua tersebut. Kedua, adanya perbedaan kemakmuran yang tajam di antara negara-negara penghuni benua-benua tersebut. Ketiga,karena faktor kedekatan secara geografis dengan Indonesia. Keempat, untuk meng-covermacam-macam sistem pemerintahan, bentuk pemerintahan, dan bentuk negara yang ada di dunia sehingga diharapkan memperoleh wawasan yang lebih luas.

Setelah mendeteksi kemampuan ekonomi delapan negara yang dipilih, Ghoffar membedah dapur kekuasaan kedelapan negara itu. Melalui konstitusi masing-masing negara, Ghoffar menunjukkan kepada kita bagaimana sistem kekuasaan para kepala negara dan/atau kepala pemerintahan tersebut. Dan setelah itu, masing-masing sistem kekuasaan ini disandingkan dengan sistem kekuasaan presiden di Indonesia.

Kekuasaan Presiden Indonesia Sangat Besar

Perbedaan dan persamaan yang disandingkan oleh penulis ini adalah sepuluh pokok kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden Republik Indonesia sebagaimana diatur di dalam UUD 1945, yaitu: kekuasaan penyelenggaraan pemerintah, di bidang peraturan perundang-undang, bidang yudisial, dalam hubungan luar negeri, menyatakan keadaan bahaya, sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata, memberi gelar dan tanda kehormatan lainnya, membentuk dewan pertimbanan presiden, mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri, dan kekuasaan mengangkat, menetapkan atau meresmikan pejabat negara tertentu lainnya.

Hasil dari pesandingan ini menunjukkan bahwa kekuasaan yang dimiliki Presiden Republik Indonesia merupakan kekuasaan yang masih sangat besar dibanding atas kekuasaan kedelapan kepala negara dan/atau kepala pemerintahan tersebut. Dan dari pengalaman beberapa negara tersebut menunjukkan pula bahwa negara yang memberikan kekuasaan yang lebih besar pada pemimpinnya, justru cenderung tidak mendorong pertumbuhan ekonominya. Kasus negara Jerman pada masa Nazi, dan Cina pada masa jabatan Ketua Partai Komunis Cina (PKC) masih eksis, misalnya, kekuasaan pemimpinnya sangat besar dan pertumbuhan ekonominya sangat kecil. Sebab, ketika kepala negara dan/atau kepala pemerintahan memegang kekuasaan yang sangat besar, meminjam pendapat Lord Acton, para penguasa tersebut cenderung menyelewengkan kekuasaan tersebut (power tend to corrupt, but absolute power corrupt absolutely). Begitu negara-negara tersebut mengurangi batas-batas kekuasaannya dengan cara menerapkan cheks and balances antarlembaga negara secara ketat, justru perekonomiannya maju pesat.

Dari perbandingan antar kekuasaan presiden di beberapa negara tersebut, dapat diketahui bahwa ternyata sistem kekuasaan negara-negara maju ini banyak dikontrol oleh lembaga negara lainnya, seperti senat atau parlemen. Perbandingan tersebut juga menemukan satu kekuasaan Presiden Indonesia yang “tanpa batas” dalam hal menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Dengan memegang kekuasaan tersebut, Presiden Indonesia bisa tidak terikat dengan konstitusi dan aturan hukum yang ada.

Perbandingan tersebut juga menemukan satu kekuasaan Presiden Indonesia yang “tanpa batas” dalam hal menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Pada saat menggunakan kekuasaan tersebut, Presiden Indonesia tidak terikat dengan konstitusi dan aturan hukum yang ada.

Mungkinkah akibat banyaknya pokok-pokok kekuasaan yang dimiliki presiden Indonesia mengakibatkan borosnya anggaran? Ataukah karena beban berat kekuasaan yang diemban ini membuat kepala negara tak sempat mendorong kemajuan ekonomi? Atau faktor kemauan presiden untuk memajukan ekonomi rakyat Indonesia memang lemah? Sayangnya, buku ini memang tidak membahas hubungan korelatif antara kemungkinan besarnya kekuasaan dengan kemajuan ekonomi.

Namun demikian, sebagai kajian hukum tata negara, buku ini sudah menunjukkan secara akademis kepada kelompok yang mengatakan bahwa kekuasaan presiden Indonesia sangat kecil sehingga pemerintahan tidak stabil ternyata tidak benar. Asumsi kecilnya kekuasaan Presiden Indonesia ini dimungkinkan karena presiden tidak mempergunakan hak-hak konstitusionalnya secara maksimal. Misalnya,  presiden tidak mempergunakankan 50% haknya dalam pembuatan UU. Begitu pula dengan kekuasaan mengangkat Panglima TNI dan Kapolri yang sekarang direduksi melalui UU, di mana memerlukan persetujuan DPR. Selain itu banyak UU lain yang mereduksi kekuasaan-kekuasaan presiden terutama dalam hal pengangkatan pejabat tinggi negara yang mayoritas dipilih oleh DPR. Sementara presiden hanya tukang stempel dengan mengeluarkan SK saja.

Untuk itu, menurut Ghoffar, dalam waktu dekat tidak perlu dilakukan penambahan atau pengurangan lagi kekuasaan presiden. Yang perlu diiperbaiki adalah peraturan perundang-undangan second line terutama UU yang mengatur mengenai hubungan antar lembaga negara. Menambah kekuasaan presiden melalui amandemen kelima UUD 1945 akan mengembalikan bangsa Indonesia ke rezim otoriter.

Leia Mais


Perempuan Ranjang

Minggu, 06 Desember 09 - oleh : Sahlul Fuad
 Tubuh bocah itu membalik, telungkup. Kedua tangannya menekan ranjang kuat-kuat, tubuhnya pun terangkat. Kepalanya mendongak, hitam matanya menyergap bayang-bayang gelap tubuhnya. Mungkin ia bertanya, apakah itu masa depan atau masa lalunya?

“Dasa! Dasa!” panggil seorang perempuan muda di sampingnya.

Wajah Dasa tak bergeming. Sorot pandangnya tak acuh. Dia tak peduli pada suara lembut ibunya yang memanggil. Mulut mungil bocah itu tetap menyunyut lidah basahnya, lalu liurnya menetes di atas perlak merah kesayangan ibunya. Dasa sedang menikmati keindahan dunianya yang masih bersih, yang hanya diisi oleh bercak-bercak suara dan tingkah-tingkah lucu orang dewasa. Bengong di atas perlak merah tempat ia dilahirkan empat bulan yang lalu.

Leia Mais


Super Ekstra Eksekutif Ekpress

Minggu, 04 Nopember 07 - oleh : Sahlul Fuad
“Para penumpang yang terhormat, selamat datang di kereta api super ekstra eksekutif ekspress. Saya kepala masinis Geovani Ardiloka akan memimpin perjalanan kereta ini dengan ditemani Arika Gedhe Ayu sebagai Asisten pribadi masinis. Kereta ini akan menuju kota Banyuwangi dengan kecepatan rata-rata 210 kilometer per jam. Saat ini jam menunjukkan pukul 18.00 WIB. Kalau perjalanan kita langsung ke kota tujuan diperkirakan sampai pada pukul 00.00 WIB. Berhubung kita harus mampir-mampir lebih dahulu ke beberapa stasiun dan menunggu giliran jalur rel, perjalanan kita diperkirakan mencapai waktu selama 24 jam, yaitu sekitar pukul 18.00 WIB, semoga tidak terlambat.”

Leia Mais


Kecanggihan ”Lanang” dan Ilusi atas Nilai Kemapanan

Kamis, 31 Juli 08 - oleh : Sihar Ramses Simatupang
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0807/05/bud01.html
 
Jakarta – Mereka yang terbiasa memadukan bahasa puitik dan bahasa deskriptif ala Ayu Utami, Nukila Amal, dan Linda Christanty akan menemukan kepincangan dalam membaca novel Lanang karya Yonathan Rahardjo.
Namun, abaikan itu semua maka lama-kelamaan kita akan terseret ke dalam irama penataan tegangan dan pengelolaan jaringan tematik yang pelik. Novel ini sesungguhnya mendalam, sangat imajinatif dan mengesankan.

Leia Mais

MATI KETAWA

Jumat, 07 September 07 - oleh : Sahlul Fuad


Selama dua bulan penuh hari-hariku terjebak dalam kubangan berlumpur. Aku susah bergerak. Tekanan bertubi-tubi yang menghimpit diriku membuat kakiku tak mampu lagi diangkat. Badanku berada dalam lubang tanpa sela. Suaraku pun telah habis berteriak kencang tanpa ada yang dengar. Aku sudah tak tahan lagi untuk meneruskan kehidupan ini. Rasanya ingin bunuh diri. Tapi apa yang bisa dipakai? Aku hanya diam terpejam melemaskan semua syaraf dan otot yang bisa aku sadari.

Leia Mais


BERANGKAT DARI BAWAH: Secerca Gagasan Tentang Kaderisasi

Rabu, 19 Maret 08 - oleh : Sahlul Fuad
 Isu kaderisasi hampir tak pernah basi di kalangan PMII. Meski usia hampir setengah abad, persoalannya belum juga lenyap. Di sudut-sudut kamar, di warung-warung kopi, bahkan di arena-arena nasional PMII, bisik-bisik tentang kaderisasi masih membikin berisik. Begitu juga teriakan para sahabat di tingkat rayon dan komisariat, koar-koarnya pun membuat suara serak. Ini seperti mencari ujung pantai yang tak kunjung sampai.

Leia Mais

Nasib Tambak Nang ngGresik
Senin, 25 Januari 10 - by : Sahlul Fuad
 Pasar Bandeng ngGresik pas Riyoyo wingi (1430 H), pas lelangan ono bandeng kawak abote sampe 10 kg. Sopo sing percoyo lek bandeng-bandeng kawak iku gak asli teko ngGresik? Sebab, ngGresik pancene nggone tambak bandeng.

Nek moco datae pemerintah ngGresik 2005, ono 22.278 wong petani tambak sak ngGresik, sing nduwe karo pendegone. Mbiyen, sekitar tahun 1863, jarene tambak sing paling ombo yo nang ngGresik. Nang ngGresike dewe ono tambak ombone 15.399 bau, terus Sidayu duwe 1.972 bau. Dadi, itungane ono tambak 17.371 bau, iku mbiyen, rek. Tahun 2006, tambak banyu asin ombone 19.000,89 Ha, tambak banyu towo ombone 9.672,96 Ha.

Leia Mais