Kamis, Mei 13, 2010

Orientasi "Demonstran Sexy"
Senin, 06 April 09 - by : Sahlul Fuad
 Siapa yang mengenal Binhad sebagai penyair? Apakah dia sangat populer di negeri ini, sehingga keberadaannya sangat berpengaruh bagi mental dan akhlak bangsa ini akibat karya-karyanya?

Konon, menurut hasil survei, ternyata Binhad bukan orang yang sangat terkenal di seluruh pelosok nusantara. Meskipun berkali-kali namanya tercantum di koran-koran terkemuka, tidak banyak orang mengenalnya, apalagi mengenalnya sebagai penyair. Bahkan almarhumah ibunya sendiri pun tak tahu kalau anaknya yang gondrong itu seorang penyair legendaris. Hanya penyair-penyair “serius”-lah yang mengenalnya sebagai penyair. Dengan demikian, persoalannya makin jelas bahwa kepopuleran Binhad Nurrohmat tak lebih hanya sebatas para penyair yang menganggapnya penyair. Dan untuk itu, dua buah buku puisi Binhad yang sebelumnya diperkirakan tidak berarti apa-apa bagi moralitas dan akhlak bangsa Indonesia.


Mungkin melalui buku ketiga, yang berjudul Demonstran Sexy ini, Binhad sadar atas ketidakpopuleran ini dan menginsyafkan diri dengan menulis sajak sebagai berikut:
Kampanye Penyair
Anak-anak sekolah banyak tak kenal penyair legendaris seperti saya,
maka saya temui mereka sampai pulau terpencil untuk foto bersama.
Saya berlinang air mata sebab anak-anak muda tak baca karya sastra.
Mr. Funding, give me much money untuk mencetak kitab sajak saya
.

Dari sajak tersebut, Binhad bukan saja menyadari betapa dirinya, dan juga para penyair lainnya sangat tidak dikenal oleh publik, padahal tiap pekan dia sudah mempopulerkan diri melalui koran, tetapi juga menunjukkan keprihatinannya ataslemahnya daya tarik masyarakat terhadap karya sastra, khususnya genre puisi. Mungkin juga, dari sajak ini, Binhad, yang pernah diserang habis-habisan oleh seorang penyair senior bernama Taufiq Ismail karena sajak-sajak sebelumnya, ingin menunjukkan bahwa buku Kuda Ranjang dan Bau Betina, serta yang hanya termuat di koran, tidak akan bisa mengubah mental dan akhlak bangsa Indonesia yang religius ini.

Kitab puisi ketiga, yang lahir dari tangan penyair santri yang nahdliyyin ini, benar-benar hadir sebagai demonstran. Pesan-pesannya yang nakal dan cerdas membombardir identitas dan obsesi para penyair masa lalu, kini, dan (mungkin) yang akan datang. Selain itu, sasaran tembak puisi ini juga dimoncongkan ke arah para politisi, pejabat publik, dan tentu saja para pemimpin negara.

Berbeda dengan dua kitab sebelumnya, sajak-sajak Binhad dalam kitab ini diucapkan dengan diksi-diksi yang tidak membuat pembacanya mengerutkan dahi, apalagi merasa jijik, seperti yang dialami oleh Taufiq Ismail. Diksi-diksi yang dipilih oleh penyair ini tampaknya dianggap tidak terlalu penting, tetapi lebih mementingkan kedalaman maknanya. Hal ini bisa dipahami dari salah satu puisinya yang berjudul Penyair Hakikat, yang berbunyi sebagai berikut:
Penyair Hakikat
Kutanggalkan permainan kata-kata
puisiku mencari kedalaman makna.

Memang, ada yang tidak berubah dari dua kitab sebelumnya, yaitu tampilan puisi dengan bentuk rata kanan. Melalui bentuk ini, tampaknya dia benar-benar ingin menunjukkan identitasnya secara konsisten sebagai penyair margin kanan. Akan tetapi, yang berubah sama sekali dari sajak-sajaknya adalah Binhad tidak lagi
melakukan eksplorasi tubuh sebagai alat ucapnya, yang di kemudian hari, konon, banyak menimbulkan fitnah. Mungkin Binhad taubat, lalu mengeluarkan manifesto melalui puisinya sebagai berikut:

Manifesto
My body is state of my own
where meanings are fluttering.

Selain itu, puisi-puisi yang tampil dalam buku ini jauh lebih pendek-pendek daripuisi-puisi sebelumnya, yang panjang-panjang. Bahkan, ada satu puisi yang tidak tampak bunyinya, yaitu puisi yang berjudul Penyair Laten. Puisi ini hanya ditulis judulnya saja. Akan tetapi, melalui judul tersebut, kita akan mengetahui maknannya.

Dari kitab Demonstran Sexy ini, tampaknya Binhad benar-benar mempertontonkan kepada kita jenis estetika puitik sajak-sajaknya dengan tidak lagi pada bentuk bunyi kata-kata, tetapi pada asosiasi maknanya, baik yang wujudkan dalam kata maupun non kata, sehingga bagi yang tidak memahami latar belakang sosio kultural kelahiran puisi-puisi ini akan sulit menangkap keindahan puisi-puisi jenis ini.

0 komentar: